Pemuda Dalam Sejarahnya

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 terjadi sebagai sebuah jawaban terhadap tantangan sejarah, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sumpah Pemuda merupakan kristalisasi jawaban terhadap penangkapan dan pembuangan ke Boven Digul yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1927. Penangkapan itu kemudian diikuti dengan penangkapan aktivis Perhimpunan Indonesia, seperti Moehammad Hatta dan Ali Sastroamidjojo di Den Haag Belanda pada Desember 1927.

Penyelenggaraan Kongres Pemuda I, 2 Mei 1926 dan Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, didahului oleh Kongres pertama Jong Islamiten Bond (JIB) di Yogyakarta pada tahun 1925. Selanjutnya, diselenggarakan Kongres yang kedua di Surakarta pada tahun 1926. Di dalam kongres ini, antara lain dibicarakan, Islam dan Pandangan Dunia, Perkembangan Islam di Luar Negeri, serta Islam dan Pikiran Merdeka. Kemudian setelah itu, diadakan Kongres yang ketiga di Yogyakarta yang membahas antara lain: Perang dalam Etika Islam, Perempuan dalam Islam, Islam dan Sosialisme, Islam dan Cita-cita Persatuan, serta Islam dan Kebangsaan.

Islam sudah menjadi ruh kebangkitan nasional di tanah Indonesia ini. Mengapa kenyataan seperti ini seolah tercerabut dari perjalanan sejarah nasional? Benarlah jika dikatakan bahwa bangsa ini: Lupa akan identitasnya sendiri!

Lantas jika demikian halnya yang terjadi (kongres-kongres di atas), maka organisasi politik manakah yang layak disimbolkan sebagai organisasi yang membangkitkan kesadaran nasional? Boedi Oetomo-kah? Dimanakah Boedi Oetomo saat terjadinya kongres-kongres pemuda tersebut di atas?

Cita-cita persatuan dan kebangsaan yang tertuang dalam berbagai kongres kepemudaan pertama dan kongres JIB di atas ternyata mendapatkan reaksi keras dari keputusan Kongres Boedi Oetomo di Surakarta. Hasilnya, Kongres Boedi Oetomo ini menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia. Boedi Oetomo tetap dalam cita-citanya yakni: mengembangkan bahasa Jawa, kesenian Jawa, dan agama Jawa, dalam lingkup Jawa Raja.

Untuk menjawab keputusan Kongres Boedi Oetomo tersebut maka lahirlah Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928 dengan prakarsa dari PPPKI (Perhimpunan Pemufakatan Politik Kebangsaan Indonesia). Kongres ini dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito dari PPPI. Kongres Pemuda II ini dihadiri sekitar 750 orang. Tidak hanya dari perwakilan organisasi pemuda saja yang hadir, Perwakilan-perwakilan dari partai politik pun turut hadir di sini, seperti PNI, PSII dan PPPKI.

Perwakilan Jong Java pun turut hadir namun, kehadirannya adalah sebagai mantri polisi pemerintah kolonial Belanda.

Mengapa demikian?

Pemerintah kolonial Belanda tetap ingin mengawasi jalannya Kongres Pemuda ini. Belanda mendapatkan dukungan dari penguasa pribumi atau istilahnya Pangreh Pradja dan Polisi. Pada umumnya, para bupati terpilih merupakan anggota Boedi Oetomo. Polisi pun diangkat dari Jong Java, organ pemuda Boedi Oetomo. Jadi dengan demikian dapatlah dipahami apa sebenarnya tugas dari perwakilan Jong Java dalam Kongres Pemuda II ini.

Apa dampak dari kehadiran perwakilan Jong Java ini? Ingat saat dibawakannya lagu Indonesia Raya oleh W.R. Supratman? W.R. Supratman tidak dibenarkan untuk menyanyikan syairnya. Akan tetapi, ia hanya dibolehkan membawakan bunyi musiknya saja.

Selain itu pengawasan seperti tersebut dia atas, Belanda pun turut menyertakan pasukan bersenjata lengkap. Kehadiran mereka ini membuat kita terkadang merasa sukar memahami semangat juang para pembangkit kesadaran nasional tersebut. Mengapa para pemuda yang hadir tidak merasa takut dan gentar terhadap sistem penangkapan dan pembuangan ke Boven Digul ataupun penangkapan aktivis Perhimpunan Indonesia di Den Haag seperti yang diceritakan di paragraf awal? Hal ini karena mereka (para pemuda) tidak mau melepaskan tuntutan politiknya, yakni Kesatuan dan Persatuan Indonesia!

Namun, kini paradigma itu telah banyak bergeser. Seakan tidak mau kalah oleh globalisasi, pola pikir mainstream pemuda masa kini banyak terjerembab oleh budaya pop. Dan semangat ‘pemuda’ kini lebih banyak terisi di arena hiburan malam. Jauh dari harapan yang dicita-citakan berpuluh-puluh tahun lalu.

Padahal bangsa ini tengah menderita penyakit kronis. Lembam dan cenderung untuk terus melamban, terlalu tua dan pikun. Sekarat dan hampir-hampir saja tidak bisa berjalan. Kalau saja pemuda-pemuda hari ini bisa menyadarkan bangsa yang kian hari kian sekarat ini. Kalau saja mereka mengingat “Sumpah” yang didengungkan berpuluh tahun lalu itu.

Soempah Pemoeda:
Pertama
Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia Kedua
Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Berbangsa Satoe, Bangsa Indonesia
Ketiga
Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia

Semoga semangat yang ditunjukkan para pendahulu di negeri ini tetap terwariskan kepada generasi selanjutnya agar bangsa ini selalu ingat hakikat darimana dia berasal.

Dalam Rangka Memperingati Sumpah Pemuda


Leave a comment